Namaku Raissa. Aku kelas XI-G SMA Dua, bersama dengan teman-temanku; Zea, Quenty, Hanny, Sam, Ken, Mika dan Roy. Rumah Zea, Quenty dan Mika dekat dengan rumahku, karena itulah kami bersahabat. Kalau yang lain sih... jauh-jauh banget.
Di dekat rumah kami (Aku, Zea, Quenty dan Mika) terdapat sebuah rumah yang (katanya) angker. Namanya BLACK HOUSE. Dinding rumah itu berwarna hitam kelabu, dengan bercak-bercak dan cipratan warna merah. Sedangkan, pagar rumah yang bergaya Eropa itu berwarna hitam pekat. Halaman rumah itu luas, sangat luas. Pohon-pohon yang tumbuh rindang dan lebat, tampak mengelilingi halaman rumah. Beberapa pohon tampak seperti menari ketika diterpa angin. Suara burung hantu dan kalelawar yang saling bersahutan memekik, membuat rumah itu nampak seram...
Pagi hari yang cerah, aku berangkat menuju sekolah dengan motor bersama ketiga sahabatku. Aku membonceng Quenty, sedangkan Zea membonceng Mika.
"Hei, gimana kalau kita menyelidiki Black House?" usul Zea, yang tomboy dan pemberani.
"Boleh," jawabku, masih konsentrasi ke arah jalan. Kami berhubungan melalui earphone.
"JANGAN, DONG!" pekik Quenty histeris, sehingga beberapa pengguna jalan melihatnya.
"Ayo, dong, Quen! Lu sudah kelas dua SMA, kan?" seru Mika.
"Iya, tapi gua kan takut... apa kelas harus membuat seseorang berani?" kata Quenty.
"Begini aja, deh... kita berunding pas sudah sampai sekolah! Ajak teman-teman yang lain juga, ya?" usulku.
"Ya udah deh," jawab yang lain kompak.
Saat istirahat tiba, kami berlima (dengan Hanny) berkumpul di kantin, membahas masalah tadi.
"Eh, menurut gue sih, mendingan selidiki aja! Daripada itu rumah bikin penasaran...," kata Hanny.
"Eh, tapi elu lihat dulu dong, gimana kondisi itu rumah! Lu sih, jauh rumahnya...," Quentty cemberut.
"Oke, kita voting!" seru Zea. "Siapa yang setuju nyelidikin rumah itu?"
Aku, Zea, Hanny dan Mika menunjuk tangan.
"Yak, hasil voting menunjukkan.... kita selidiki rumah itu!"
###
"Eh, Sam...," aku mendekati Sam yang sedang asyik mengobrol dengan Vero.
"Ya?"
"Entar mau nggak, bantu nyelidikin black house di perumahan gue? Vero ikut yak? Ajak yang lain gih,"
"Eh, elu tuh minta tolong apa nyuruh?" tanya Sam.
"Nyuruh,"
"Gua jitak juga lu, ya? Ngapain nyuruh-nyuruh gua? Emang gua apaan? Babu?"
"Iya,"
"Hett dehh!" Sam bersiap-siap menjitak kepalaku.
"Iya, iya dah, mangap napa mangap! Jam tiga ya? Jangan lupa!"
"Eh! Kenapa enggak malem aja? Kan lebih seru!"
"Emang lu tau rumah gue? Enggak kan? Makanya, lu dateng jam tiga! Biar ada waktu buat muter-muter nyari rumah gue,"
"Ya elah... gua kira apaan,"
###
Jam 3...
"Eh, mana sih, tuh cowok-cowok?"
"Palingan juga lagi pada muter-muter nyari rumah gua, Ze,"
"Bagus, deh! Lama-lamain aja, biar enggak jadi," harap Quenty.
"Haha, enak aja lu! Gue udah susah-susah kesini! Lu bertiga sih, rumahnya dekat sama si Raissa! Lah, gue? Lima kilometer ada kali,"
"Ya dah sih...,"
"Eh, itu mereka!" pekik Mika, berlari menuju Vero, Sam, Ken dan Roy.
"Histeris amat sih, si Mika!" bisik Quenty.
"Ya, maklum ajalah... si Mika kan suka sama Sam,"
"EH! MASA'?" seruku kaget. Yang lain buru-buru menyuruhku diam. Ssshhh....!!
"Udah pada lengkap, kan? Alat-alatnya? Siip! Ayo berangkat!!"
###
"Rai, gua takut, Rai...," Quenty mencengkram bajuku.
"Iya, tenang! Jangan narik baju gue, ya? Ntar robek! Tau sendiri kan, lu tuh kalau narik benda pasti...,"
"SSSSHHHHH!!" Yang lain menyuruh kami diam.
"Eh? Emang ada apaan?"
"Lu nggak denger? Tadi ada suara kayak anak kecil nangis!" bisik Vero.
Aku terdiam. Yang lain juga. Ya, suara tangisan itu makin keras.
"Ayo kita selidiki!" seru Ken bersemangat.
"Ken... Rai... yang nangis itu...," kata Quenty tertahan, "Yang nangis itu GUE,"
"................................."
.................hening.........................
"ASTAGA, QUEN! APA-APAAN, SIH LU?!" teriak Ken marah. "Udah kelas 2 SMA kan?! Cengeng banget!!"
"Hush, udah sih, Ken! Namanya juga cewek! Pasti takut dengan...,"
PLAAAAKKK!!
"Eh, bego! Sakit tau! Ngapain lu nampar gua?!" teriak Sam meringis kesakitan.
"Emang lu pikir cewek itu selalu penakut, hah?!" seruku sebal.
"Ya elah, ni dua anak... berantem mulu, dih! Ayo, ah! Kagak selesai, nih!"
"Gimana kalau kita berpencar?" usulku.
"APA?! JANGAANN!" jerit Quenty.
"Quenty!!" bentak Ken, melayangkan tinjunya. Buru-buru kutahan dan kucengkram tangannya.
"Rai...??!"
"Lu jadi cowok emosian banget ya?!" seruku tajam. Kutatap mata Ken dalam-dalam. Sesaat suasana menjadi hening.
"Ya dah!" Ken menarik tangannya dengan kasar.
"Udah dong, jangan berantem!" pinta Hanny sebal.
"Gini deh, Quenty, Raissa, Ken sama Sam bareng. Aku,Mika,Hanny,Roy sama Vero bareng,"
"Nggak, nggak! Mendingan kamu ngga usah ngegabungin kami berempat deh! Malah ribut!"
"Iya! Aku nggak mau sama Ken," kata Quenty. Muka Ken memanas.
"Mendingan Mika sama idolanya aja, si Sam itu," kataku.
"Hah?" Raut muka Sam dan Mika berubah.
"Vero, Roy, aku dan Quenty bareng." kataku tegas.
~~~BERSAMBUNG~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar